A. Pengertian Konflik
Menurut Robbins (2002), konflik adalah suatu proses yang
dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi
secara negative atau akan segera mempengaruhi secara negative pihak
lain.
Menurut Sopiah (2008), konflik itu adalah proses yang dinamis
dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak
yang mengalami dan merasakannya.
Menurut Suprihanto (2003), konflik adalah ketidaksetujuan
antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam
organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang
langka secara bersama-sama, atau menjalankan kegiatan bersama-sama, atau
karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang
berbeda.
Mastenbroek dalam Soetopo (2010), memandang konflik sebagai
situasi di mana ketentuan tak berjalan, pernyataan ketidakpuasan, dan
penciutan proses pembuatan keputusan.
Menurut Soetopo (2010), konflik adalah suatu pertentangan dan
ketidakseusaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal,
sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan
emosional.
Menurut Kreitner (2005), konflik adalah sebuah proses di mana
satu pihak menganggap bahwa kepentingan-kepentingannya ditentang atau
secara negative dipengaruhi oleh pihak lain.
Dari beberapa definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa
konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak
atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi
secara negative sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku
pihak lain.
B. Pandangan Tentang Konflik
Terdapat tiga sudut pandang atau pandangan terhadap konflik yang terjadi dalam organisasi, antara lain:
1. Pandangan Tradisional
Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik dipandang sebagai
sesuatu yang jelek, tidak menguntungkan, dan selalu menimbulkan kerugian
dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari
sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahannya (Muhyadi dalam
Soetopo, 2010).
2. Pandangan Hubungan Kemanusiaan (Behavioral)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok organisasi (Robbins, 2002)
Menurut Soetopo (2010), tanpa diciptakan konflik mesti terjadi
dalam organisasi. Atas dasar itu, konflik tidak selamanya merugikan,
tetapi juga menguntungkan. Oleh sebab itu, konflik yang terjadi harus
dikelola dengan baik.
3. Pandangan Interaksi
Pandangan ini menganggap bahwa konflik dalam organisasi perlu
diciptakan. Konfik bukan hanya suatu kekuatan positif dalam suatu
organisasi tetapi juga diperlukan agar kinerja organisasi lebih efektif.
Selain itu, organisasi yang tenang, harmonis, penuh kedamaian, maka
kondisinya akan menjadi statis dan tidak inovatif. Akibat selanjutnya
adalah organisasi tersebut tidak dapat bersaing untuk maju.
C. Jenis Dan Penyebab
Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:
1. Konflik Konstruktif
Adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2. Konflik Destruktif
Adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.
Ditinjau dari segi instansionalnya, konflik terbagi menjadi tiga jenis, antara lain:
1) Konflik kebutuhan individu dengan peranan dalam organisasi
2) Konflik peranan dengan peranan
3) Konflik individu dengan individu lain
Setiap orang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga
sering kali berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam
organisasi atau bahkan berbenturan dengan kebutuhan orang yang laiinya.
Ditinjau dari segi materi yang dikonflikkan, terdapat empat jenis konflik, yaitu:
1. Konflik Tujuan
Konflik jenis ini terjadi jika ada 2 atau lebih tujuan yang kompetitif atau bahkan kontradiktif.
2. Konflik Peranan
Peranan adalah konsep yang sangat penting dalam organisasi karena
akan membantu memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang
menduduki posisi tertentu dalam organisasi (Suprihanto, 2003). Konflik
peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan
setiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama. Di sisi
lain, banyaknya peranan dalam keseluruhan organisasi semakin membuka
peluang munculnya konflik ini.
3. Konflik Nilai
Menurut Milton Rokeach dalam Kreitner (2005), nilai adalah
kepercayaan yang bertahan lama di mana model sikap khusus atau
sifat-akhir eksistensi secara pribadi atau secara social lebih disukai
daripada model sikap yang seballiknya atau yang bertentangan dengan
sifat akhir eksistensi.
Konflik nilai muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki
setiap individu dan nilai yang dijunjung tinggi antar-organisasi tidak
sama.
4. Konflik Kebijakan
Dapat terjadi karena adanya ketidaksetujuan individu atau kelompok
terhadap kebijakan yang disampaikan oleh pihak tertentu (Soetopo, 2010).
Sopiah (2008) membedakan konflik dalam beberapa perspektif, antara lain :
1. Konflik Intraindividu
Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena
adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan
atau harapannya.
2. Konflik Antarindividu
Konflik yang terjadi antarindividu yang berbeda dalam suatu kelompok atau antarindividu pada kelompok yang berbeda.
3. Konflik Antarkelompok
Konflik yang bersifak kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.
4. Konflik Organisasi
Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional.
Mastenbroek dalam Soetopo (2010), membagi konflik menjadi 4 jenis, antara lain:
1. Instrumental Conflicts
Terjadi karena ketidaksepakatan komponen organisasi dan proses pengoperasiannya.
2. Socio-emotional Conflicts
Konflik ini berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, citra
diri, prasangka kepercayaan, rasa terikat dan identifikasi terhadap
kelompok, lembaga, dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi
satu dengan yang lain.
3. Negotiating Conflicts
Adalah ketegangan-ketegangan pada waktu terjadinya proses
negosiasi, misalnya pada waktu membagi barang, uang, fasilitas,
wewenang.
4. Power and Dependency Conflicts
Konflik kekuasaan dan kebergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi.
D. Proses Konflik
Menurut Robbins (2008), proses konflik dapat dipahami sebagai
sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan
akibat.
TAHAP I : POTENSI PERTENTANGAN DAN KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama adalah munculnya kondisi yang member peluang
terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap sebagai
sebab atau sumber konflik. Kategori umumnya antara lain :
- Komunikasi
- Strukur
- variabel-variabel pribadi
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu
konflik didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik
itu tentang apa.
Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak
akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik
yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.
TAHAP III : MAKSUD
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain.
Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat
maksud seseorang.
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini
meliputi pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk
menyampaikan maksud dari masing-masing pihak.
TAHAP V : AKIBAT
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional
atau disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik
tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan
disfungsional adalah ketika konflik tersebut menjadi penghambat kinerja
kelompok.
E. Negosiasi
Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak
( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar
antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan Robbins (
2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau
lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk
menyepakati nilai tukarnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi
adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik
dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan
pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
F. Strategi Negosiasi
1. Negosiasi Menang-Kalah ( Win-Lose )
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk
sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol ( zero sum game ).
Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu pihak
akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal
dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).
2. Negosiasi Menang-Menang ( Win-Win )
Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif
, dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses
negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan
positif. Situasi –situasi penjumlahan positif adalah pendekatan di mana
setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain (
Ivancevich, 2007).
Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang (
seperti antara atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal
penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu
kelompok ( seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan dalam
kelompok), antarkelompok ( seperti yang terjadi antara departemen
pembelian dan penyedia material mengenai harga, kualitas, atau tanggal
pengiriman), melalui internet ( Ivancevich, 2007)
G. Proses Negosiasi
Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:
1. Persiapan dan perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu
mengetahui apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan
hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum
bisa diterima”.
2. Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan
perencanaan dan menyusun strategi, selanjutnya mulai menentukan
aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu
sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan muncul?
Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur
khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para
pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah
saling dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan,
menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan
awal.
4. Penutupan dan implementasi : tahap akhir dalam negosiasi
adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun
prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
H. Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga
Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi
mengalami jalan buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak
awal proses negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan
pihak ketiga semakin banyak digunakan.
Ivancevich( 2007: 63) salah satu tipologi menyebutkan
setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga yang mendasar:
1. Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral
menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya
sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian
masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam
negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang
mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi
ataupun rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga
2. Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki
wewenang memaksa terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan
arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan
penyelesaian.
3. Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua
pihak dan bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang
bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk
mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
4. Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang
terlatih dalam isu konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian
konflik, berupaya memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih
memusatkan hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.
I. Strategi Manajemen Konflik
Strategi manjemen konflik diterapkan untuk menjadikan konflik dan
pemecahannya sebagai pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian tujuan
organisasi. Gordon , Miftah ( dalam Sopiah, 2008) mengemukakan secara
umum bahwa strategi manajemen konflik adalah sebagai berikut:
1. Strategi Menang-Kalah
Strategi ini ada kalanya pihak tertentu menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk memenangkan/menekan pihak lain.
2. Strategi Kalah-Kalah
Strategi ini dapat berupa kompromi, di mana kedua belah pihak berkorban untuk kepentingan bersama.
3. Strategi Menang-Menang
Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode ini
dianggap paling baik karena tidak ada pihak yang dirugikan. Scmuck
(1976) menunjukkan bahwa: (1) Metode pemecahan masalah mempunyai
hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif, (2) pemecahan
masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan
tetapi lebih suka bekerja sama.
Referensi:
1. Ivancevich, John M., Robert Konopaske, Michael T. Matteson.
2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi 7 (2). Jakarta: Erlangga
2. Kreitner, Robert, Angelo kinicki. Tanpa Tahun. Perilaku
Organisasi . Terjemahan Erly Suandy. 2005. Jakarta: Salemba Empat
3. Robbins, Stephen P. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi. Terjemahan Hadyana Pujaatmaka. 2002. Jakarta: PT Prenhallindo
4. Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
5. Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
6. Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi Offset
7. Suprihanto, John, TH. Agung M. Harsiwi, Prakoso Hadi. 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: STIE YKPN
Ctt : Diambil dari berbgai sumber referensi!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar